Part 1: Bilqis dan Rahasia di Ujung Doa

💔 Part 1: Bilqis dan Rahasia di Ujung Doa

Bilqis berdiri di balik tirai jendela kamarnya yang menghadap ke halaman rumah. Sinar matahari pagi menyentuh wajahnya yang teduh, tapi matanya kosong. Ia sudah lama kehilangan tawa—sejak orang tuanya bercerai tiga tahun lalu. Sejak itu, ia tinggal bersama ibunya yang kini membuka warung kecil untuk menyambung hidup. Meski sederhana, Bilqis tumbuh sebagai gadis yang kuat. Tapi ada luka yang ia simpan rapat-rapat.

Di sekolah, Bilqis dikenal pendiam. Tidak banyak teman, tidak banyak bicara. Namun diam-diam, ia sering memperhatikan setiap orang yang datang dan pergi dalam hidupnya. Ia percaya, setiap pertemuan punya maksud, dan setiap luka ada jalan sembuhnya. Ia sering menuliskan doanya dalam buku harian, berharap suatu saat Allah benar-benar membaca air matanya.

Suatu malam, Bilqis memeluk mushaf kecil warisan dari neneknya. "Ya Allah, jika rindu ini ujian, maka kuatkan hatiku. Tapi jika ini doa yang Kau tunda, tolong jangan biarkan aku menyerah," bisiknya lirih. Air matanya jatuh membasahi halaman Al-Qur'an yang terbuka pada surat Yusuf. Sejak kecil, surat itu jadi favoritnya. Kisah sabar Nabi Yusuf memberi harapan—bahwa keajaiban bisa datang setelah kesabaran.

Besoknya, seorang guru baru datang ke sekolah. Namanya Ustaz Fawwaz. Beliau mengajar pelajaran agama dan langsung mencuri perhatian banyak murid, termasuk Bilqis. Tapi bukan karena penampilannya, melainkan caranya menyampaikan hikmah dengan lembut. Ada ketenangan yang Bilqis rasakan setiap kali mendengarkan ceramahnya.

Ustaz Fawwaz suatu hari bercerita tentang cinta yang suci karena Allah. "Jika mencintai karena Allah, maka kau akan menjaganya dengan doa, bukan nafsu. Kau akan menunggu dalam sabar, bukan memaksa dalam cemas." Kalimat itu menancap dalam hati Bilqis, seakan menjadi jawaban dari ratusan doanya selama ini. Ia mulai merasa, mungkin hatinya sedang diarahkan untuk belajar… bukan jatuh cinta.

Di rumah, Bilqis kembali menulis. “Hari ini aku belajar, bahwa cinta tak harus memiliki. Tapi harus membawa pada kebaikan. Jika aku mencintai seseorang, biarlah itu karena dia membantuku mencintai-Mu lebih dalam lagi, ya Allah…” Tulisannya berhenti. Tangannya gemetar. Ia mulai menyadari, mungkin hatinya sedang diuji.

Malam itu, Bilqis bermimpi. Ia berada di tempat yang asing tapi damai. Seorang lelaki berdiri jauh di depannya, menghadap kiblat, dan berdoa. Ia tidak bisa melihat wajahnya. Tapi suara doanya menyebut namanya… “Ya Allah, jaga Bilqis dalam penjagaan-Mu. Jangan biarkan hatinya rapuh karena dunia…”

Bilqis terbangun dengan jantung berdebar. Ia tidak tahu apa maksud mimpinya. Tapi pagi itu, ia merasa lebih tenang. Seolah Allah sedang membisikkan bahwa sesuatu sedang disiapkan—entah apa. Tapi yang jelas, cerita hidupnya belum selesai.


---

📍Akhir part (untuk interaksi): "Menurut kamu, siapa laki-laki dalam mimpi Bilqis tadi malam? Ada yang pernah mengalami mimpi yang terasa nyata seperti itu?"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel