Ini Amalan Kiai di Bondowoso yang Jasadnya Utuh Meski Sudah Wafat 4 Tahun
Air mata KH Ali Rohbini tak terbendung tatkala ia harus kembali memakamkan ayahandanya KH Baidlawi, Kamis (25/2/2021) lalu.
Jenazah KH Baidlawi harus kembali dimakamkan setelah makamnya ambruk akibat hujan deras.
Terlebih menakjubkannya, jasad ulama kenamaan itu masih utuh meski sudah wafat empat tahun lalu.
KH Baidlawi lahir 1942 dan wafat pada Hari Jumat 2 Juni 2017. Bertepatan dengan 7 Ramadhan 1438 H.
Dikutip SuaraJakarta.id—grup Suara.com—dari laman santri.laduni.id, Sabtu (27/2/2021), almarhum menempuh pendidikan pesantres di Pondok Pesantren Al-Wafa Tempurejo, Jember, pada masa asuhan kiai sepuh, KH Abdul Aziz.
Ia juga pernah mondok di Pondok Pesantren Raudlatul Ulum Sumber Wringin, Jember, pada masa asuhan KH Umar.
Dirikan Ponpes
Setelah menyelesaikan pendidikan pesantren, KH Baidlawi mendirikan Pondok Pesantren Bustanul Ulum Desa Pekauman, Kecamatan Grujugan, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, pada 7 Juni 1968.
Semula, KH Baidlawi hanya memiliki beberapa santri saja setelah membuka lahan milik ayahnya untuk dijadikan ponpes.
Lambat laun, banyak masyarakat yang mengirim putra-putrinya untuk menempuh pendidikan di Ponpes Bustanul Ulum.
Kini, Pondok Pesantren Bustanul Ulum menjadi salah satu pesantren terbesar di Kabupaten Bondowoso.
Viral Jasad Utuh
Kabar masih utuhnya jasad ulama kenamaan Bondowoso itu pun viral di media sosial. Hal itu dibernarkan putra beliau KH Ali Rohbini.
KH Ali mengatakan, jasad KH Baidlawi masih utuh saat makam almarhum dibongkar. Pembongkaran makam dilakukan lantaran makam ambruk akibat hujan deras.
"Sebenarnya sudah dua hari (makam ambruk). Tapi saya baru tahu kemarin," ujarnya seperti dikutip dari Times Indonesia—jaringan Suara.com—Sabtu (27/2/2021).
Kabar ambruknya makam KH Baidlawi diterima KH Ali dari seorang pekerja di Ponpes Bustanul Ulum. Ia pun kemudian bergegas ke lokasi.
"Saya berdua sama tukang. Ternyata memang ambruk," ungkapnya.
KH Ali menambahkan, awalnya ia berencana langsung menguruk tanah baru pada lokasi makam yang ambruk. Namun, karena dampaknya cukup parah, maka harus dibongkar dan dikeruk.
Saat dibongkar, terlihat jelas jasad KH Baidlawi masih utuh.
"Ketika sampai di bawah. Kelihatan jasad beliau. Saya lihat kain kafan yang asli masih utuh. Dan posisinya masih menghadap kiblat," tuturnya.
Seperti Baru Meninggal
KH Ali menerangkan, kain kafan yang lama warnanya kecokelat-cokelatan, karena terkena tanah dan air. Tetapi jasad KH Baidlawi masih utuh.
Ia membenarkan, jenazah almarhum masih utuh seperti baru meninggal. Namun dia tidak berani membuka keseluruhan kain kafan.
"Saya tidak kuat menahan air mata. Maka buru-buru saya bungkus atau dilapisi kain kafan baru. Artinya kain kafan lama sudah layu. Tidak seperti dalam foto-foto (viral di media sosial)," jelasnya.
Meski tak membuka secara keseluruhan kain kafan almarhum, KH Ali memastikan bahwa tak ada satupun bagian tubuh dari jasad KH Baidlawi yang terlepas.
Hal itu dipastikannya setelah membalik punggung dan bagian kaki jenazah saat proses mengkafani.
"Saya membuka bagian wajah agar menyentuh kiblat, sesuai tata cara pemakaman dalam Islam," terangnya.
"Tak ada ruasan tubuh yang lepas. Itu setelah saya cek sendiri. Dari ujung kaki sampai ujung kepala utuh," tegasnya.
Amalkan Salawat Nariyah
Lebih jauh, KH Ali mengungkapkan, saat hidupnya KH Baidlawi mengamalkan Salawat Nariyah.
“Beliau sangat istiqamah di amalan Salawat Nariyah. Terkecuali (lagi) sakit," ujarnya.
Amalan Salawat Nariyah sebanyak 4.444 tersebut diamalkan setiap hari. Tepatnya, kata dia, setelah Salat Maghrib sampai waktu Salat Isya tiba.
"Beliau biasanya mengajak santri, khususnya yang senior. Setiap malamnya 4.444 Sholawat Nariyah," katanya.
Sementara saat Ramadhan, amalan Salawat Nariyah dibaca KH Baidlawi menjelang buka puasa, yakni pukul 16.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB.
KH Ali menceritakan, amalan itu konsisten diamalkan KH Baidlawi sejak sekitar tahun 1980-an hingga wafat.
"Selama 30 tahunan, istiqamah setiap malam," pungkasnya.