Mengapa Kita Benci Kematian? Ini Jawaban Salamah bin Dinar
Ilustrasi/Ist
PADA tahun 97 H, Khalifah Sulaiman ibn Abdul Malik bersiap-siap mengadakan perjalanan menuju ad-Diyar al-Muqaddasah --tempat-tempat suci; Makkah dan Madinah -- memenuhi panggilan Abul Anbiya Nabi Ibrahim AS . Unta-untanya melaju dengan cepat dari Damaskus ibukota Bani Umayyah menuju Madinah Munawwarah. (Baca juga : Kisah Khalifah Umar bin Abdul Aziz dan Putranya Saat Merayakan Hari Raya )
Kerinduan untuk salat di Raudlah yang suci juga kerinduan untuk mengajukan salam kepada Nabi Muhammad Rasulullah SAW telah memenuhi jiwanya.
Dr Abdurrahman Ra’at Basya dalam Mereka adalah Para Tabi’in menceritakan para Qurra (ahli qira`at ), Muhaddits (ahli hadits ), Fuqaha (ahli fiqih ), ulama , Umara (para pemimpin) dan para panglima memenuhi rombongan khalifah .
Tatkala beliau sampai di Madinah Munawwarah dan tinggal di sana, orang-orang terhormat menghampirinya untuk mengucapkan salam dan menyambutnya. ( Baca juga : Kisah Tabiin Cerdas Iyas Bin Mu’awiyah Al-Muzanni
Namun Salamah ibn Dinar , Qadli Madinah dan ‘alimnya yang ilmunya dijadikan hujjah serta imamnya yang Tsiqah (terpercaya) tidak termasuk dalam hitungan orang-orang yang mengunjungi khalifah untuk mengucapkan selamat datang dan salam.
Setelah Khalifah Sulaiman ibn Abdul Malik selesai menyambut orang-orang yang mengucapkan selamat datang, ia berkata kepada anggota majlisnya, “Sesungguhnya jiwa ini bisa berkarat sebagaimana berkaratnya logam apabila ia tidak menemukan orang yang bisa mengingatkannya (menasehatinya) dari waktu ke waktu serta menyepuh karatnya.”
“Benar, wahai Amirul Mukminin” jawab mereka.
Beliau berkata “Adakah seseorang di Madinah yang telah berjumpa dengan sekelompok sahabat Rasulullah SAW yang bisa menasehati kita?.”
Mereka menjawab, “Ya, wahai Amirul Mukminin…Dialah Abu Hazim al-A’raj.”
“Siapakah Abu Hazim al-A’raj?” tanya khalifah.
Mereka menjawab, “Ia adalah Salamah ibn Dinar, ‘alimnya Madinah dan imamnya, salah seorang tabi’in yang telah berjumpa dengan beberapa sahabat yang mulia.”
“Undanglah dia untuk menemuiku dan bersikap lembutlah dalam mengundangnya,” kata khalifah.
Mereka lantas pergi menemuinya dan mengundangnya.
Ketika ia (Salamah) menemui khalifah….beliau mengucapkan selamat datang dan mempersilahkannya duduk dekat beliau. Ia berkata kepadanya seraya menegur, “Mengapa kamu berpaling acuh dariku wahai Abu Hazim?”
“Berpaling separti apa yang engkau dapati dariku wahai Amirul Mukminin?” jawabnya.
“Orang-orang mengunjungiku, tetapi kamu tidak!!” kata khalifah.
Ia menjawab, “Dikatakan berpaling kalau sudah saling mengenal. Sedangkan engkau tidak pernah mengenalku sebelumnya dan aku pun tidak pernah melihatmu. Maka, berpaling (sikap acuh) yang manakah yang terjadi dari diriku?”
Sumber: umma.id