Sekitar awal tahun 90-an, ada tetangga meninggal dunia. Saat itu saya kebetulan lagi di rumah karena liburan Pondok. Bergegas saya menuju ke pemakaman Serang Kusumo Batur Ceper Klaten sekedar untuk “ngrombyongi” yang sedang membuat liang lahat. Salah satu dari tim spesialis penggali kubur panggilan ada namanya Pak Mul, Warga Doyo, Ngawonggo, Ceper, Klaten yang saat itu usianya sudah cukup tua untuk menggali kubur.

Iseng saya bertanya pada Pak Mul; “Pak Mul, selama menggali kubur puluhan tahun, adakah peristiwa yang aneh yang pernah anda temui?” Pak Mul menjawab; “Pernah mas...!”. dan inilah kisahnya:

Suatu ketika, tim Pak Mul menggali kubur untuk jenazah tetangganya yang meninggal di hari itu di makam Doyo, Ngawonggo, Ceper. Karena makam yang sudah ada cukup padat, maka terpaksa harus menggali lagi makam tua  yang sudah cukup lama ditempati jenazah. Hal yang paling aneh adalah ketika sampai di kedalaman 1,5 meter, ditemukan jenazah perempuan tua yang ternyata masih utuh bahkan kain kafannya juga masih utuh.

Baca juga: Kenapa Sayyidina Ali Menangis Ketika Jenazah Putri Rasulullah Dimasukkan ke Liang Lahat?

Gegerlah masyarakat Doyo saat itu. Pertanyaanya adalah; “Jasad siapa itu? Apa yang dilakukan dan apa kelebihan saat hidupnya?”

Ternyata, tidak mudah untuk mengenali kembali jasad perempuan tua itu karena masanya yang cukup klasik hingga puluhan tahun. Datanglah beberapa generasi yang lebih sepuh untuk membantu mengenali jasad itu. Dan alhamdulillah ada beberapa dari mereka yang bisa mengenali.

Itu adalah jasadnya Mak Ijo. Masyarakat sekitar kala itu menyebutnya dengan nama Mak Ijo. Seorang “buruh adang” atau istilah sebutan untuk tukang masak panggilan untuk memasak segala macam makanan untuk hajat pernikahan, selametan atau yang lainnya. Tugasnya adalah menanak nasi, lauk-pauk, makanan ringan sampai mencuci dan membereskan alat-alat masak saat acara telah selesai.

Mak Ijo adalah sosok perempuan “ndeso” pada umumnya. Ilmu agamanya tidak seberapa. Ibadahnya juga biasa-biasa saja tidak ada sesuatu yang menonjol yang dia lakukan selama hidupnya. Namun demikian, para sesepuh desa yang masih mengenalinya mengingat kembali dan menggarisbawahi tentang kelebihan Mak Ijo.

Selama hidupnya, Mak Ijo orangnya pendiam tidak begitu banyak bicara. Beliau sangat berhati-hati dalam menjaga lisannya untuk tidak pernah membicarakan keburukan orang lain bahkan untuk melukai orang lain dengan kata-kata.

Hadir satu pemikiran dalam benak saya, saya tidak bisa bayangkan betapa beratnya menjaga lisan dan hati ketika berada di tengah-tengan kegiatan “rewangan” yang berkumpul sekian banyaknya orang. Saya kira kita sama mafhum, “rewangan” adalah salah satu “arena ternikmat” yang seringkali berpotensi untuk ghibah membicarakan keburukan mereka.

Sosok Mak Ijo adalah kritik sosial yang bagi kita semua yang masih diberi kesempatan hidup bermasyarakat agar lebih berhati-hati menjaga lisan. Seakan-akan Allah sedang mengingatkan pada masyarakat sekitar dan kita semua bahwa menjaga lisan untuk tidak “gawe cidro”  (berbuat aniaya) kepada semua orang mempunyai nilai dan bobot yang begitu agung dihadapan-Nya. Sampai Allah SWT mengharamkan tanah untuk memakan jasad orang yang benar-benar menjaga lisannya.

Sumber: laduni.id

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel