Menyesal Karena Salah Mencintai


Dalam Al-Qur’an seringkali digambarkan berbagai bentuk penyesalan para penghuni Neraka. Salah satu di antara bentuk penyesalan itu berkaitan dengan urusan “cinta” “pertemanan” dan ”ketaatan”.

Kelak para penghuni Neraka pada saat tengah mengalami penyiksaan yang begitu menyengsarakan berkeluh kesah penuh penyesalan mengapa mereka dahulu sewaktu di dunia tidak mentaati Allah dan RasulNya. Kemudian mereka menyesal karena telah mencintai mengikuti teman akrabnya yang yang ternyata menyesatkan mereka dari jalan yang lurus yang dibawa oleh Rasul.

وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَىٰ يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلًا  [٢٥:٢٧]   ,يَا وَيْلَتَىٰ لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيلًا [٢٥:٢٨]   لَقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءَنِي ۗ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلْإِنْسَانِ خَذُولًا [٢٥:٢٩

Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul”. Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan sifulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Quran ketika Al Quran itu telah datang kepadaku. Dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia. (Qs. AlFurqan:27-29).

Diriwayatkan, ayat tersebut turun berkenaan dengan Uqbah bin Mu’ith yang pernah mengucapkan dua kalimat syahadat, kemudian ia murtad demi mengambil hati Ubay bin Khalaf. Meskipun demikian kandungan ayat ini berlaku umum bagi siapapun yang meninggalkan jalan kebenaran dan petunjuk Rasul lantaran mengikuti teman akrabnya.

Hari tersebut merupakan hari penyesalan bagi orang-orang dzalim dan kafir serta orang yang mendustakan risalah tauhid yang dibawa oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka menyesali pertemanan dengan sifulan yang menyesatkan mereka dari peringatan Al-Qur’an yang diajarkan oleh Rasul. Saking menyesalnya mereka sampai menggigit kedua tangan.

Imam Ibnu Katsir mengatakan, “Allah Ta’ala mengabarkan tentang penyesalan orang dzalim yang meninggalkan jalan Rasul dan ajaran yang beliau bawa yang berasal dari Allah berupa kebenaran yang terang benderang yang tiada keraguan di dalamnya dan memilih jalan (pedoman) lain selain jalannya Rasul”. (Tafsir Ibn Katsir, 2/2029-2031).

Ia menyesal karena di dunia teman akrabnya membuatnya jauh dari petunjuk kebenaran yang datang dari Allah melalui Rasul. Sementara di akhirat dikumpulkan bersama-sama ke dalam neraka. Oleh karena itu dalam ayat ini terkandung satu peringatan dari menjalin persahabatan dengan teman yang buruk, karena sesungguhnya dia bisa menjadi penyebab teman dekatnya masuk neraka. Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan.“Seseorang (pada hari kiamat) akan bersama dengan yang dicintainya”.

Gambaran yang sungguh tragis dan mengenaskan. Bagaimana kumpulan manusia yang saling menghormati, saling mengajak dan salin percaya, tiba-tiba di akhirat kelak berubah menjadi penyesalan bahkan saling berbantahan. Sebagaimana dikabarkan dalam dalam surat Ash-Shaffat ayat 22-37 Allah berfirman;

“(kepada malaikat diperintahkan): “Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah, selain Allah; maka tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka. Dan tahanlah mereka (di tempat perhentian) karena sesungguhnya mereka akan ditanya: “Kenapa kamu tidak tolong menolong?” Bahkan mereka pada hari itu menyerah diri. “Kenapa kamu tidak tolong menolong?” Bahkan mereka pada hari itu menyerah diri. Sebahagian dan mereka menghadap kepada sebahagian yang lain berbantah-bantahan. Pengikut-pengikut mereka berkata (kepada pemimpin-pemimpin mereka): “Sesungguhnya kamulah yang datang kepada kami dan kanan. Pemimpin-pemimpin mereka menjawab: “Sebenarnya kamulah yang tidak beriman”. Dan sekali-kali kami tidak berkuasa terhadapmu, bahkan kamulah kaum yang melampaui batas. Maka pastilah putusan (azab) Tuhan kita menimpa atas kita; sesungguhnya kita akan merasakan (azab itu). Maka kami telah menyesatkan kamu, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang sesat. Maka sesungguhnya mereka pada hari itu bersama-sama dalam azab.Sesungguhnya demikianlah Kami berbuat terhadap orang-orang yang berbuat jahat.  Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: “Laa ilaaha illallah” (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri, dan mereka berkata: “Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?” (Qs. Ash-Shafat: 22-37).

Ayat ini mengabarkan, pada hari kiamat kelak orang-orang dzalim dimasukkan bersama-sama ke dalam neraka. Saat itu mereka tidak dapat saling menolong satu sama lain. Mereka hanya berbantah-bantahan. Karena pemimpin mereka yang mengajak pada kedzaliman tidak mampu menolong mereka.

Buya Hamka mengutip perkataan Sa’id bin Jubair dan Mujahid tentang makna ayat 22, “Kumpulkanlah segala yang seragam, penipu sama penipu, pezina sama pezina, pemakan riba sesama pemakan riba, munafik sesama munafik, peminum tuak sesama peminum tuak”. (Tafsir Al-Azhar, 8/6064).

Di ayat lain dikabarkan, mereka yang terjrumus dalam kekafiran akibat teman atau ikut-ikutan tidak hanya menyesal, tetapi meminta kepada Allah agar yang mengajak kepada kekafiran diberi adzab lebih berat sampai dua kali lipat. Sebagaimana dalam surat Al-Ahzab ayat 64-68;

Sesungguhnya Allah melaknati orang-orang kafir dan menyediakan bagi mereka api yang menyala-nyala (neraka), mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; mereka tidak memperoleh seorang pelindungpun dan tidak (pula) seorang penolong. Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikan dalam neraka, mereka berkata: “Alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul”. Dan mereka berkata: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar“. (Qs. Al-Ahzab:64-68).

Orang-orang kafir itu memberitahukan sebab penyimpangan mereka dari jalan yang lurus dan mengadukan tentang para pembesar yang telah menyesatkan mereka. “setelah menderita dalam neraka, orang-orang yang telah tersesat jalan itu baru menyesal dan mengutuk kepada tuan-tuan dan pembesar-pembesar yang telah membawa mereka kepada  mereka jalan yang sesat itu”. (Tafsir Al-Azhar, 8/5791)

Itulah sebabnya tatkala Allah menyuruh orang-orang beriman mentaati ”ulil amri” (pemimpin di antara orang-orang beriman) saat itu juga Allah kaitkan dengan ketaatan kepada Allah.  persya menjelaskan kriteria ”ulil amri minkum” yang sejati.

Imam Ibnu Katsir menjelaskan, makna Wa ulil amri minkum (“Dan Ulil Amri di antara kamu,”) yaitu pada apa yang mereka perintahkan kepada kalian dalam rangka taat kepada Allah, bukan dalam maksiat kepada-Nya. Karena, tidak berlaku ketaatan kepada makhluk dalam rangka maksiat kepada Allah. Sebagaimana dalam hadits shahih yang lalu: “Ketaatan itu hanya dalam hal yang ma’ruf (baik).”

Tetapi kekecewaan dan penyesalan di saat itu sudah tidak bermanfaat sama sekali untuk memperbaiki keadaan. Sehingga Allah menggambarkan bahwa pada saat mereka semuanya telah divonis menjadi penghuni Neraka lalu para pengikut dan pemimpin berselisih di hadapan Allah. Para pengikut menuntut pertanggungjawaban dari para pembesar, namun para pembesar itupun berlepas tangan dan tidak mau disalahkan. Para pemimpin saat itu baru mengakui bahwa mereka sendiri tidak mendapat petunjuk dalam hidupnya sewaktu di dunia, sehingga wajar bila merekapun tidak sanggup memberi petunjuk sebenarnya kepada rakyat yang mereka pimpin.

وَبَرَزُوا لِلَّهِ جَمِيعًا فَقَالَ الضُّعَفَاءُ لِلَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا إِنَّا كُنَّا لَكُمْ تَبَعًا فَهَلْ أَنْتُمْ مُغْنُونَ عَنَّا مِنْ عَذَابِ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ قَالُوا لَوْ هَدَانَا اللَّهُ لَهَدَيْنَاكُمْ سَوَاءٌ عَلَيْنَا أَجَزِعْنَا أَمْ صَبَرْنَا مَا لَنَا مِنْ مَحِيصٍ

”Dan mereka semuanya (di padang Mahsyar) akan berkumpul menghadap ke hadirat Allah, lalu berkatalah orang-orang yang lemah kepada orang-orang yang sombong: “Sesungguhnya kami dahulu adalah pengikut-pengikutmu, maka dapatkah kamu menghindarkan daripada kami azab Allah (walaupun) sedikit saja? Mereka menjawab: “Seandainya Allah memberi petunjuk kepada kami, niscaya kami dapat memberi petunjuk kepadamu. Sama saja bagi kita, apakah kita mengeluh ataukah bersabar. Sekali-kali kita tidak mempunyai tempat untuk melarikan diri”. (QS. Ibrahim [14] : 21)

Allah menggambarkan bahwa kumpulan pengikut taqlid akan meminta pertolongan kepada pemimpin mereka untuk dihindarkan dari adzab walapun sedikit saja. Namun ternyata para pemimpin sesat akan berlepas diri dari para pengikut taqlidnya. Sedangkan para pengikut taqlid bakal menyesal dan berandai-andai jika sekiranya waktu di dunia tidak mengikuti mereka. Tetapi semuanya sudah terlambat.

Di ayat lain dikabarkan, para pengikut sampai berandai-andai kembali ke dunia untuk berlepas diri dari para pemimpin yang mereka ikuti tersebut.

وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ إِذْ تَبَرَّأَ الَّذِينَ اتُّبِعُوا مِنَ الَّذِينَ اتَّبَعُوا وَرَأَوُا الْعَذَابَ وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ الْأَسْبَابُ وَقَالَ الَّذِينَ اتَّبَعُوا لَوْ أَنَّ لَنَا كَرَّةً فَنَتَبَرَّأَ مِنْهُمْ كَمَا تَبَرَّءُوا مِنَّا كَذَلِكَ يُرِيهِمُ اللَّهُ أَعْمَالَهُمْ حَسَرَاتٍ عَلَيْهِمْ وَمَا هُمْ بِخَارِجِينَ مِنَ النَّارِ

Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal). (Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali. Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti: “Seandainya kami dapat kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami.” Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan ke luar dari api neraka.” (QS. Al-Baqarah : 165-167).

Oleh karena itu seorang Muslim hendaknya menjadikan iman dan taqwa sebagai standar dan motivasi dalam mencintai dan membenci. Karna cinta yang tidak dibangun di atas landasan iman dan taqwa  akan berujung pada pnyesalan daln permusuhan pada hari akhir kelak. Sbagimana dikabarkan olh Allah Ta’ala dalam Al-Qur’an.

الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ ﴿الزخرف: ٦٧

Orang yang saling berteman akrab di dunia pada hari akhir kelak “akan saling bermusuhan satu sama lain”. Yakni pertemanan di atas maksiat dan kekufuran akan berubah menjadi saling bermusuhan pada hari kiamat nanti. “Kecuali orang-orang bertakwa”, yakni para muwahhidin (orang-orang  bertauhid) yang pertemanan mereka satu sama lain dibangung dia atas landasan iman dan takwa, maka pertemana mereka tidak akan berubah menjadi permusuhan. (Tafsir Al-Kabir)

“Pada hari kiamat orang-orang yang slama hidup di dunia saling berteman akrab dalam bermaksiat kpda Allah akan saling memusuhi satu sama lain, saling berlepas diri antara satu dengan  yang lainnya kecuali orang-orang yang sewaktu di dunia berteman akrab di atas ketakwaan kepada Allah”. (Tafsir Ath-Thabari, 21/639).

Yakni orang-orang yang tidak menjadikan pertemanan mereka untuk saling mengajak dan mempengaruhi berbuat syirik, kufur, dan maksiat, meskipun pada mereka berjauhan tempat dan kedudukan pada hari kiamat”. (Ibnu ‘Asyur).

Oleh karena itu perhatikan temanmu. Jadikan pertemanan dan persahabatan kita sebagai wasilah menuju surga. Hindari pertemanan yang menjerumuskan ke dalam keburukan. []

Edited by EL

wahdah.or.id

Belum ada Komentar untuk "Menyesal Karena Salah Mencintai"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel